Tradisi Methil Merupakan simbol rasa syukur kepada sang maha pencipta Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan karunia yang telah dilimpahkan serta kepercayaan masyarakat jawa tentang adanya Dewi Sri atau Dewi Padi sebagai simbol dari kemakmuran selain itu ada beberapa juga dengan pemikiran untuk memberi penghormatan kepada pepunden (penunggu) yang mbaurekso (menguasai) tanah sawah tersebut. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada pepunden. Sebagai pemilik sawah akan memberikan persembahan sesaji yang menjadi kelangenan (kesukaan) pepunden yang mbaurekso tanah sawah hal ini akan dimulainya panen raya padi oleh pemilik sawah.
Ritual Methil (kenduri kecil) yang dilakukan di sawah ini dipimpin oleh sesepuh desa (tokoh setempat) yang dipercaya memiliki kemampuan untuk memimpin upacara adat, ini dilakukan setelah sholat subuh biasanya dihadiri oleh tetangga rumah dan tetangga pemilik sawah yang sudah ada/bekerja disawahnya.
Dalam proses Methil, sesepuh akan menancapkan syarat di empat penjuru sawah dan di tengah-tengah sawah. Syarat yang ditancapkan itu yang terdiri atas beberapa jenis daun-daunan antara lain pupus aren, janur kuning, daun dadap, pulutan, daun girang dan sedikit buceng (tumpeng bersama isinya).
Yang ditancapkan di keempat penjuru sawah itu disebut bundel pojok papat, sedangkan yang ditancapkan tepat di tengah-tengah sawah disebut tarup agung. Pada tarup agung inilah tempat pertama dimulainya wiwitan menggunakan ani-ani (pemotongan padi) alat potong padi zaman dulu sekarang saya sudah tidak lagi menemukan alat-alat tersebut dirumah saya.
Pada tarup agung terdapat sesaji berupa, kelapa muda, pisang setandan, apem, ayam panggang, cok bakal, kembang awur-awur, kinang, kemenyan, dan beberapa jenis makanan yang dipercaya menjadi kelangenan (kesukaan).
Bagi masyarakat Jawa yang masih menganut budaya leluhur, ritual ini wajib dilaksanakan agar hasil panen yang diperoleh awet dan cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi hal ini sudah tidak saya temukan kembali ritual/tradisi-tradisi Methil dikarenakan sudah tergeser oleh perkembangn zaman.
Tradisi/kebudayaan-kebudayan ini akan punah dengan sendirinya dan tergilas oleh pemikiran-pemikiran modern, saya masih sedikit berharap agar tradisi/budaya leluhur jangan pernah kita lupakan bahkan menghilangkan, karena ini adalah warisan para leluhur kita untuk anak cucu kita dikemudian hari.
Tradisi Methil ini menurutku sangat-sangatlah filosofi bagimana kita bersyukur terhadap hasil alam/bumi untuk mengingat Tuhan sang pencipta alam, bagiamana kita mencintai alam dengan tidak merusaknya secara langsung serta menanamnya kembali agar menghasilkan produksi hasil bumi (bersatunya kita dengan alam).
*) ditulis oleh Setyo Ari Kusmawan
0 komentar:
Posting Komentar