Pages

ALBUM

Jumat, April 29, 2011

Menapak Kampung Naga

Manapak Kampung Naga

Ditulis oleh: Setyo Arie Kusmawan

Perjalanan kali ini adalah Kampung Naga, sebuah Kampung yang masih mempertahankan budaya leluhur ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, perjalanan saya lakukan dengan mengendari kendaraan umum. Tujuan pertama adalah terminal bus Cicaheum Kota Bandung dengan jurusan Kota Garut, setelah sampainya di Garut mencari Bus jurusan Tasikmalaya. Jarak tempuh dari kota Garut ke Kampung Naga jaraknya 26 kilometer, Kampung Naga ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya, Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.

Tanah yang subur

Untuk mencapai Kampung Naga dari arah Jalan Raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga (kira-kira 100 s/d 300 anak tangga) yang sudah di tembok (Sunda : sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampailah kedalam Kampung Naga. Bentuk permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur. Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas satu hektar setengah, sebagian besar digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali.

Arsitektur Kampung Naga

Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga sangat artistik menggunakan rumah panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu (tahan gempa). Atap rumah terbuat dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong). Daya tarik Kampung Naga terletak pada kehidupan yang unik dari komunitas yang terletak di Kampung Naga tersebut. Kehidupan mereka dapat berbaur dengan masyarakat modern, beragama Islam, tetapi masih kuat memelihara Adat Istiadat leluhurnya. Selain itu tumpukan batu yang tersusun rapi dengan tata letak dan bahan alami merupakan ciri khas gara arsitektur dan ornamen Perkampungan Naga.

Bersama Kepala Adat Kampung Naga Bapak Ade Suherlin

Bersama kang Cahyan sang Pemandu

Setelah sampainya di Kampung Naga saya bertemu dengan 3 teman dari Dosen muda FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya untuk melakukan sebuah penelitian, saya pun bergabung untuk mendapat informasi dari wawancara dengan Kepala Adat Kampung Naga Bapak Ade Suherlin, kami berbincang-bincang sebuah balai pertemuan /Aula. Banyak pelajaran yang saya peroleh dari budaya Kampung Naga, adanya peran lembaga adat adalah berkaitan adat budaya karuhun nenek moyang yang di turunkan yaitu pola hidup masyarakat adat adalah hidup bersama alam bukan hidup dialam.

Warga Kampung Naga

Selain itu kami meyakini Budaya bukan pariwisata, karena Budaya adalah tuntunan bukan tontonan, Kampung Naga berkewajiban melestaraikan budaya, merawat dan menjaga berkewajiban mewarisan leluhur serta mendidik anak bangsa dari budaya. Perilaku hidup kami bersama alam, alam bukan untuk ditaklukkan dan tidak untuk di taklukan, alam tidak membuat bencana dan merusak yang merusak adalah ahklak, ini yang akan kami wariskan. Kami tidak membeda-bedakan, karena budaya mengajarkan sebuah perbedaan dan beda itu warna sebuah kehidupan serta beda itu sangat indah. Kami mempunyai sebuah keyakinan yang mangatur ahklak yaitu 3 (tiga) tuntunan : Budaya itu Falsafah, Agamais itu Kitab Nasionalis itu Undang-undang.

Pak Maun ketua Punduh membuat Lantai dari Bambu

Kami pernah ditawarin listrik oleh pemerintah tanpa membayar satu sen pun, kami menolaknya sejak tahun 1960 berkali-kali hingga terkahir tahun 2009. Seandainya Kampung Naga memakai listrik berarti namanya bukan Kampung Naga lagi....”mungkin sudah menjadi kampung rambutan”...!!! yang kami butuhkan adalah hanya minyak tanah, jelas yang kami butuhkan minyak tanah sebagai penerangan untuk belajar anak-anak kami, kami tak pernah melakukan demonstrasi untuk mendapatkan minyak tanah sewaktu kenaikan harga minyak tanah membumbung tinggi di tahun 2009, harga minyak tanah sampai Kampung Naga per/liter Rp. 10.000. kami menggunakan media cetak maupun elektronik untuk berbicara kepada pemerintah yang masih keliru. Apabila kami memakai listrik kami tidak bisa menikmati indahnya sinar rembulan disaat purnama itulah kami hidup bersama alam dan mensyukuri dari nikmatnya sebuah ciptaan tuhan yang sangat indah.

Tempat Mandi dan Kakus

Tempat Buang Air Besar

Kami juga menolak adanya Gas untuk memasak, kami memilih kayu sebagai bahan bakar untuk memasak, seharusnya pemerintah malu terhadap Kampung Naga, kami tidak pernah merusak Hutan disekeliling kami walaupun kami menggunakan bahan bakar kayu. Kami menjaga hutan karena sebagai Mata Air kehidupan kami, kami akan mewariskan mata air bukan air mata untuk anak cucu kami. Hutan mana yang tidak di rusak/rusak di negara indonesia ini, walupun sudah di jaga oleh polisi hutan, tapi hutan kami tidak pernah rusak walupun tidak ada yang manjaga seperti polisi hutan itu, hanya kami mempunyai Hukum Adat (ucapan “pamali” -bahasa sunda-/larangan) yang kami jaga. Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya, pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah, pakaian upacara, kesenian, menjaga hutan dan sebagainya.

Masjid/tempat ibadah

Merunut sejarah kita sudah legowo atas apa yang terjadi pada asal mula Kampung Naga ini, asal-usul kampung Naga kita kehilangan jejak, ada yang bilang bahwa Kampung Naga berasal dari Mataram dimana waktu prajurit mataram melawan batavia mereka singgah disini, akan tetapi ada juga yang bilang bahwa kami dari keturunan kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Kami tidak mengiyakan dan juga menolaknya karena kami tidak mempunyai data, data-data kami musnah ketika DI/TII pimpinan Kartosuwiryo membakar kampung ini di tahun 1956. Buku-buku dan data-data mengenai Kampung Naga ini lenyap, kami hanya bisa merawat dan menjaga tradisi leluhur. Tapi kami ada sebelum islam masuk ke sini dilihat dari tradisi kami masih ada pengaruh budaya Hindu dan Budha, walupun kami menganut islam saat ini.

Alat Penumbuk Padi

Dapur/tempat memasak

Waktu sudah menampakan senjanya, saatnya saya dan Bapak Akmad Satori dan 2 temanya untuk menghaturkan pamit pulang ke tempatnya masing-masing, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ade Suherlin Kapala Adat Kampung Naga yang memberi tauladan tentang ilmu Budaya, Toleransi, dan Alam.

0 komentar:

Posting Komentar

Modern Moslem

Modern Moslem
wawasan religi modern